Oleh: Pemimpin Redaksi JURNAL, Arianto
JURNAL – Sangat sering kita mendengar istri menggantikan suaminya, suami menggantikan istrinya atau anak menggantikan ayahnya dan lain-lain yang sudah selesai masa jabatannya sebagai kepala daerah. Kekerabatan politik yang paling dikenal luas adalah keluarga mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Adiknya, Ratu Tatu Chasanah, adalah wakil bupati Serang 2010- 2015. Adik tirinya, Tubagus Haerul Jaman, tak lain wakil wali kota Serang 2008-2013 dan wali kota Serang 2013-2018. Ibu tiri Atut, Heryani, adalah wakil bupati Pandeglang 2010-2015. Juga ada wali kota Tangsel 2010-2015, Airin Rachmi Diani, yang merupakan adik ipar Atut.
Paling unik dan langka terkait kekerabatan politik. Dua orang istri bupati kabupaten Kediri (saat itu), Sutrisno, bertarung menjadi bupati untuk menggantikan suaminya pada pilkada Mei 2010 lalu. Hasilnya, Haryanti, istri tua Sutrisno, menang dengan perolehan suara 53 persen. Sedangkan, istri muda sang bupati, Nurlaila, harus puas di tempat ketiga dengan perolehan suara 8,5 persen.
Tak sedikit istri mantan kepala daerah menggantikan posisi suaminya sebagai orang nomor satu di kabupaten atau kota tempat tinggalnya. Sebut saja Sri Suryawidati, bupati Bantul 2010- 2015, yang merupakan istri bupati Bantul dua periode sebelumnya (2000- 2010) Idham Samawi. Widya Kandi Susanti, bupati Kendal 2010-2015, adalah istri bupati Kendal dua periode sebelumnya Hendy Boedoro.
Parpol agaknya masih terjebak dalam kepentingan pragmatis dalam mengusung calon yang maju untuk mengisi jabatan-jabatan politik. Bila hal tersebut dibiarkan, tentu saja akan berdampak buruk bagi masa depan demokrasi.
Dampak lebih jauh adalah akses pada sumber-sumber ekonomi yang otomatis hanya dikuasai oleh kekuatan kekerabatan politik tertentu saja. Kekerabatan politik akan berbuah menjadi bencana ketika jabatan-jabatan publik tersebut diisi oleh sanak keluarga yang tidak berkualitas. Seperti anak kepala daerah diangkat menjadi kepala dinas, ipar diangkat menjadi Dirut Rumkit, dan lain-lain.
Paling parah adalah bahwa pada umumnya para pejabat terutama kepala daerah yang diborgol penegak hukum adalah kepala daerah yang mengembangkan politik dinasti. Pastinya, jangan berharap adanya perubahan di kabupaten atau kota Anda bila penguasa yang terpilih hanya berputar-putar pada orang itu-itu saja, paling uang rakyat dihabisi. Silahkan dicermati! (*)