JURNAL LUWU TIMUR – Penyidikan kasus dugaan pelecehan dan pencabulan anak di Kabupaten Luwu Timur (Lutim) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali terjadi bahkan dinilai lamban dalam penanganan oleh pihak terkait.
Salah satu kasus yang sama dibiarkan berlarut larut tanpa adanya kejelasan sehingga korban bersama keluarga bertanya tanya dan semakin terbebani.
Kasus pelecehan dan pencabulan tersebut terjadi di Desa Lera, Kecamatan Wotu, dimana kasus ini sudah ditangani unit PPA Polres Lutim dan didampingi oleh UPTD PPA Lutim.
Bahkan sudah sebulan pasca korban di visum di RS Bhayangkara Makassar belum ada tanda-tanda penetapan tersangka.
Ketua Pelaksana Harian (Kalakhar) Lembaga Kajian dan Advokasi HAM Indonesia (LHI) Iskaruddin mengaku bahwa kasus tersebut sudah ia dengar secara langsung dari korban dan keluarganya.
“Ya, kami sudah dengar semuanya. Mulai dari proses hukum yang dilalui sampai keluh kesah korban sampai saat ini, bahkan sejak pelaporan ke UPTD PPA Lutim, Polsek Wotu dan Polres Lutim,” ucap Iskar kepada JURNAL, Senin (11/12/2023) malam.
Lanjut Iskar, proses hukum terakhir adalah melakukan visum kedua di RS Bhayangkara Makassar.
“Keluarga korban mengeluh sampai mengeluarkan air mata karena belum ada kejelasan dari Polisi terhadap kasus yang menimpa anaknya. Keluarga korban juga mengatakan bahwa dirinya sudah capek melihat pelaku yang soalah-olah tidak merasa bersalah, malahan katanya dituduh menfitnah pelaku sampai-sampai tuduhan fitnah itu dimuat di media,” kata Iskar saat berbincang bersama keluarga korban.
LHI kata Iskar, akan mengawal persoalan ini sampai selesai. Bahkan dengan tegas Iskar mengingatkan kepada aparat penegak hukum (APH) untuk tidak main-main terhadapa persoalan anak.
Berdasarkan Undang-Undang 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pelecehan seksual terhadap anak harus segera ditangani karena kategori tersebut bukan delik aduan dan pelakunya harus segera diamankan.
Hal itu sebagaimana disebutkan di Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU TPKS yang berbunyi seperti di bawah ini:
(1) Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan delik aduan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban Penyandang Disabilitas atau Anak.
“Apalagi dua alat bukti yang sah
yaitu keterangan korban dan barang bukti berupa rekaman audio dan tangkapan layar di aplikasi WhatsApp pelaku dan korban. Ini sudah berada ditangan penyidik,” kata Iskar dari keterangan korban.
Apa yang disampaikan keluarga korban, sudah dibenarkan oleh UPTD PPA Luwu Timur. Jadi tidak ada lagi alasan penyidik untuk tidak menahan pelaku.
Hingga berita ini ditayangkan, LHI dan tim media JURNAL masih terus menggali informasi dan konfirmasi ke Unit PPA Polres Lutim dan UPTD PPA Lutim. (FSL)