banner 1200x583

Meskipun Pernah Dipidana, Ahok Bisa Maju di Pilkada 2024

JURNAL JAKARTA – Meskipun pernah dipidana, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bisa kembali maju dalam kontestasi Pilkada 2024.

Sebelumnya, Ahok divonis dua tahun karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama pada 9 Mei 2017. Ia ditahan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

banner 1200x783

Mantan gubernur DKI Jakarta itu bebas murni pada 24 Januari 2019 lalu. Ia menjalani masa hukuman 1 tahun 8 bulan dari total 2 tahun vonis.

Setelah bebas, Ahok memutuskan bergabung menjadi anggota PDIP. Kemudian ia diangkat sebagai komisaris utama PT Pertamina. Namun, ia memutuskan mundur beberapa waktu lalu.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada) diatur syarat pencalonan kepala daerah, termasuk bagi mantan terpidana.

“Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana,” bunyi pasal 7 ayat (2) UU Pilkada.

Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memperjelas aturan itu melalui putusan nomor 56/PUU-XVII/2019. Putusan dibuat 11 Desember 2019 atas gugatan yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Ada tiga poin syarat mantan terpidana bisa menjadi calon kepala daerah, termasuk soal masa pidana. Ketiga poin itu tertuang dalam pasal 7 ayat (2) UU Pilkada, yaitu:

Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;

(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana;

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. (IDR/RED)

banner 2000x1100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *